Beranda | Artikel
Musuh No.1 dan Sebab Gagalnya Penuntut Ilmu Zaman Now! – Syaikh Abdussalam asy-Syuwaiar #NasehatUlama
1 hari lalu

Di antara hal yang berkembang pesat di zaman kita ini adalah media sosial. Salah satu permasalahan besar dari media sosial adalah: ia kini berada di dalam sakumu. Artinya, ia selalu bersamamu. Kamu tak perlu lagi pergi ke ruangan khusus atau menyalakan perangkat tertentu, sebagaimana penggunaan internet di zaman dulu.

Sekarang ia bersamamu, di sakumu. Saat kamu duduk antara azan dan iqamah, kamu masih bisa mengecek status: Apa yang ditulis? Apa yang dikatakan? Bahkan bisa mengetahui apa yang terjadi secara rinci di belahan dunia paling jauh.

Karena itu, ada yang mengatakan bahwa ini berkaitan dengan hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang akhir zaman, di mana waktu terasa semakin singkat, sebagaimana dalam riwayat Al-Bukhari. Para ulama menjelaskan bahwa maksud “singkatnya waktu” itu ada tiga bentuk: Pertama: waktu terasa berjalan sangat cepat, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ahmad dari Auf bin Malik Al-Asyja’i. Kedua: berita yang dahulu perlu waktu lama untuk menyebar, kini bisa tersebar dalam waktu singkat. Ketiga: waktu menjadi singkat dalam hal perjalanan atau jarak tempuh. Dulu, perjalanan antarnegara membutuhkan waktu lama. sekarang waktu tempuhnya jauh lebih singkat, berkat kemajuan alat transportasi. Semua hal ini benar-benar terjadi. Namun ilmu yang pasti tetap milik Allah ‘Azza wa Jalla.

Intinya, media sosial memang memiliki sisi manfaat yang tidak bisa disangkal. Kita tahu juga tahu bahwa akidah Ahlusunah wal Jamaah meyakini bahwa Allah tidak menciptakan keburukan yang mutlak. Tidak ada keburukan sepenuhnya. Dalam talbiyah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan: “Dan keburukan tidak dinisbatkan kepada-Mu.” Artinya, Allah Jalla wa ‘Ala tidak menciptakan keburukan secara mutlak. Bahkan ketika Allah menciptakan iblis, tetap ada hikmah di balik penciptaannya, yaitu untuk membedakan antara yang buruk dan yang baik.

Manusia memiliki tingkatan yang berbeda di surga—ada yang lebih tinggi dari yang lain. Sebabnya, orang yang satu mengikuti langkah-langkah setan, sedangkan yang lain menolaknya. Ada yang masuk surga, ada pula yang ke neraka. Ada yang di surga tingkat tertinggi, ada yang di bawahnya. Jadi, Allah tidak menciptakan keburukan yang mutlak. Dalam segala hal, pasti ada sisi kebaikannya.

Namun, sungguh waktu penuntut ilmu sangatlah berharga. Jangan bayangkan, betapa berharganya waktu yang ia miliki. Terutama pada fase-fase usia tertentu. Saya tidak membicarakan masa kanak-kanak, karena masa itu memiliki keadaan tersendiri. Yang saya maksud adalah fase belajar dan menghadiri majelis ilmu, terutama usia 20–30 tahun. Karena ketika seseorang menginjak usia 40, ia berpindah ke fase kehidupan yang lainnya. Pola pikirnya berubah, cara pandangnya terhadap hidup pun ikut berubah. Sebagaimana firman Allah:
“Hingga apabila ia telah dewasa dan mencapai umur 40 tahun, ia berkata: ‘Ya Tuhanku, bimbinglah aku agar dapat bersyukur atas nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku…’” (QS Al-Ahqaf: 15). Seseorang akan berubah setelah melewati usia 40.

Namun yang sedang saya bicarakan adalah usia 20 hingga 30 tahun. Usia 20–30 tahun merupakan inti kehidupan manusia. Ini adalah masa produktif untuk menuntut ilmu, menulis, memahami, dan mengembangkan potensi fisik maupun akalnya. Di masa seperti ini, bersungguh-sungguh memanfaatkan waktu sangatlah penting. Dahulu, para ulama sangat memperhatikan waktu mereka. Jika kita mendengar sebagian kisah mereka, kita akan merasa takjub.

Disebutkan bahwa Imam An-Nawawi rahimahullah ketika hendak menghadiri majelis ilmu, hanya makan sepotong kue. Sebab, kue tidak memerlukan banyak kunyahan. Karena tidak perlu banyak dikunyah, maka bisa langsung ditelan. Cara ini membuatnya bisa menghemat waktu makan—sekitar 10 atau 15 menit. Kisah ulama lainnya. Apabila datang seorang tamu kepada Ibnu Al-Jauzi, beliau memanfaatkan waktu menjamu tamunya untuk pekerjaan yang tidak memerlukan konsentrasi tinggi, seperti memotong kertas atau meraut pena. Bahkan jika tamunya berkata, “Mari kita raut bersama,” mereka pun bersama-sama meraut pena—tentu bukan dengan peraut, tetapi dengan pisau, misalnya. Beliau bisa memiliki hingga 20 atau 30 pena sekaligus. Demikian juga untuk menggunting dan merapikan kertas atau menjilid buku.

Jadi, perkara memanfaatkan waktu sangatlah penting. Kamu dapat mengenali kematangan seseorang dari bagaimana ia memanfaatkan waktunya sejak usia muda. Tentu ada perbedaan antara mengisolasi diri sepenuhnya dari masyarakat dan memanfaatkan waktu dengan baik. Sebagian orang menutup diri, hanya diam di rumah, lalu sibuk membuka gawai (gadget), mengakses media sosial, internet, dan lainnya, hingga waktunya terbuang sia-sia. Ini hal yang berbeda sama sekali.

Oleh karena itu, seorang penuntut ilmu sejati—berdasarkan pengamatan terhadap banyak pelajar—yang diberi keberkahan oleh Allah dalam usahanya dan waktunya adalah orang yang sebisa mungkin mengurangi keterikatan dengan urusan duniawi. Imam Asy-Syafi’i bahkan pernah berkata, “Jangan menikah lagi (istri kedua),” padahal poligami adalah perkara yang mubah secara syariat dan terkadang berpahala. Namun, beliau tetap berpesan demikian. Maka bagaimana dengan kesibukan dunia lainnya?

Sesungguhnya, media sosial itu menyibukkan, terlebih lagi bagi penuntut ilmu. Ada yang berisi berita, ada pula yang penuh dengan gosip. Ada pula yang menyajikan komentar dan analisis atas berita, sebagian benar dan sebagian bohong. Ada juga yang hanya berisi lelucon dan hal-hal yang tak berguna. Percayalah, ilmu yang kamu dapatkan—atau kamu kira bisa kamu dapatkan—dari media sosial, pasti bisa kamu temukan di tempat lain. Kamu dapat berlepas diri dari media sosial. Hal-hal seperti ini tak perlu diikuti, dapat ditinggalkan sepenuhnya.

Saya bahkan sampaikan satu hal padamu: ada orang yang dalam penelitian ilmiahnya, membuktikan bahwa seseorang bisa hidup tanpa mengandalkannya sama sekali. Ia hanya bergantung pada ensiklopedia digital seperti Maktabah Syamila, dan semisalnya. Namun, ada saudara kita berkata, “Saya menolak itu. Saya tidak akan pernah menggunakannya.” Sebab, terlalu bergantung padanya membuat penuntut ilmu enggan kembali membuka kitab-kitab secara langsung. Orang-orang mengomentarinya, “Kau hanya membuang-buang waktu. Alat itu membuat efisien, juga bermanfaat untukmu.” Namun, seiring waktu, terbukti bahwa cara manual yang ia pilih justru lebih tepat. Ternyata ia mendapatkan manfaat yang lebih banyak dibandingkan orang lain. Sebab ketika seseorang meneliti suatu persoalan atau mencari hadis secara manual, dalam prosesnya, ia akan membaca 100 hadis sebelum sampai pada hadis yang ia cari. Dari situ, bisa jadi ia memperoleh manfaat berkali-kali lipat dari yang ia niatkan. Bahkan ia menemukan faedah yang sebelumnya tidak ia cari atau tidak ia ketahui. Hal-hal semacam ini merupakan bagian dari ilmu.

Sering kali, lamanya proses pencarian ilmu justru akan menambah kedalaman ilmu itu sendiri. Sebaliknya, pencarian yang serba ringkas dan hasil yang instan bisa menjadi sebab melemahnya kualitas ilmu yang diperoleh. Saya sudah katakan sebelumnya, ada pendapat yang menyebut bahwa para ulama fikih sengaja mempersulit ilmu agar pelajar bisa mendapatkan faedah lebih dan kemampuannya benar-benar terasah.

Oleh sebab itu, saya ingin menasihati diri saya sendiri dan kalian semua, hendaknya kita berusaha mengurangi ketergantungan terhadap media-media semacam ini. Sebisa mungkin, berusaha untuk meninggalkannya. Jangan terlalu banyak menyibukkan diri dengannya, kecuali dalam hal yang benar-benar diperlukan. Sehingga jika ia mampu mengendalikan dirinya, maka alhamdulillah! Namun jika tidak, sebaiknya ia hapus saja media tersebut, meskipun hanya untuk sementara waktu, agar ia bisa istirahat. Ada sebagian orang yang jika tidak membawa ponselnya, seakan-akan dunia ini telah runtuh. Banyak orang saat ini sangat terpengaruh. Ketika ia kehilangan ponsel selama sehari atau dua hari saja, mereka merasa seolah dunia telah berubah. Karena itu, biasakan dirimu untuk meninggalkannya sesekali. Tinggalkan beberapa hari! Agar kamu menggunakan ponsel yang lain untuk berkomunikasi dengan keluargamu. Adapun media sosial, tinggalkanlah selama berhari-hari.

Sungguh, saya katakan benar-benar, media ini telah menyibukkan manusia dan menyia-nyiakan waktu mereka. Lebih dari itu, media ini membawa bahaya besar, yaitu rasa gelisah. Kegelisahan ini bukan perkara sepele. Mendengar berbagai kabar orang lain bisa menimbulkan kegelisahan dalam diri. Kegelisahan ini adalah salah satu penghalang terbesar dalam menuntut ilmu. Kita lupa membahas hal ini: kegelisahan yang menghantui jiwa. Kegelisahan adalah salah satu penghalang terbesar dalam menuntut ilmu.

Diriwayatkan dari Syuraih Al-Qadhi rahimahullah Ta’ala, bahwa jika terjadi fitnah, beliau tidak mencari tahu dan tidak memberi tahu kabarnya. Beliau tidak mendengarkan kabarnya dan tidak membicarakannya. Sedangkan muridnya, Ibrahim An-Nakha’i, jika terjadi fitnah, ia mencari tahu kabarnya, tapi tidak menyebarkannya. Beliau tidak membicarakannya, meski mungkin kadang mendengarnya. Adapun Syuraih sama sekali tidak mencari tahu tentangnya ataupun menyampaikannya. Maka ketika terjadi fitnah besar di zamannya, Allah melindunginya. Ia adalah seorang mukhadhram; ia hidup di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi tidak bertemu langsung. Allah selamatkan Syuraih dari banyak fitnah. Maka, tidak mencari tahu berita kadang bisa membuat pikiranmu tenang. Sehingga engkau bisa menuntut ilmu dalam keadaan tenang, kamu dapat fokus menuntut ilmu.

Berita-berita semacam itu terkadang membuat seseorang sulit tidur — terutama sebagian orang. Seperti saya, misalnya. Terkadang, jika mendengar berita tertentu, saya tidak bisa tidur malam itu. Karena perasaan gelisah dan ketidakberdayaan menghadapi sesuatu yang di luar kendali. Saya tidak bisa berbuat apa-apa. Maka, tenangkanlah dirimu dan teladanilah Syuraih dan Ibrahim An-Nakha’i, karena keduanya adalah imam besar. Tenangkan pikiranmu, dan arahkanlah perhatianmu kepada hal yang bermanfaat, yaitu ilmu.

Ini adalah poin kedua. Poin pertama tadi: media sosial dapat membuang waktu. Poin kedua: media sosial menyibukkan pikiran. Poin ketiga — ini sangat penting Media sosial membuka peluang bagi siapa saja berbicara, baik orang jujur maupun pendusta. Ini berbahaya sekali. Orang yang berdusta — baik dalam ilmu maupun hal lain — bisa menanamkan keburukan di hatimu. Pikiranmu akan sibuk karenanya. Kita tahu bahwa Muhammad bin Syihab Az-Zuhri pernah berkata, “Terkadang aku meletakkan tanganku di atas kertas agar tidak menghafalnya,” karena hafalannya yang sangat kuat. Ia berkata, “Aku tidak ingin menghafalnya.” Ulama yang lain mengatakan, “Aku menutup telingaku agar tidak mendengar ucapan orang-orang di pasar, supaya tidak terhafal olehku.” Demikian pula dengan bacaan dan tulisan di media, di antaranya ada yang bohong. Ada juga yang memuat syubhat dalam urusan agama. Baik dalam bab akidah, takfir, atau fikih, atau topik-topik lain yang saling berkaitan. Terkadang menimbulkan sesuatu dalam hati, atau membuat hati sibuk memikirkannya. Ini jelas sangat berbahaya.

Maka dari itu, saudara-saudara! Saya hampir lupa: salah satu penghalang besar dalam menuntut ilmu adalah sibuk berdebat. Sungguh disayangkan, media sosial justru memfasilitasi perdebatan itu. Padahal, debat termasuk salah satu penghalang terbesar dalam meraih ilmu. Oleh sebab itu, Imam Ad-Darimi menulis satu bab khusus dalam kitab Sunan-nya tentang larangan berdebat dalam ilmu. Para ulama sejak dahulu terus-menerus memperingatkan kita darinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menjamin istana di pinggiran surga bagi orang yang baik akhlaknya.” (HR. At-Thabarani, dibacakan Syaikh secara makna). Beliau juga bersabda, “Aku menjamin istana di tengah (pinggiran) surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan, meskipun ia berada di pihak yang benar.” (HR. Abu Daud, dibacakan secara makna oleh Syaikh). Meninggalkan perdebatan dan tidak mendebat dalam agama termasuk amalan besar. Barang siapa mencari ilmu untuk membantah orang-orang bodoh dan mendebat para ulama, maka itu saja yang ia dapatkan. Ia tidak akan memperoleh manfaat dari ilmunya. Media sosial penuh dengan pertengkaran dan debat. Bahkan di WhatsApp dan yang sejenisnya, mungkin ada yang berkata, “Kita gunakan ini untuk menyebarkan ilmu.” Lalu seseorang membahas satu masalah, dan yang lain membalas untuk membela pendapatnya sendiri. Begitulah seterusnya, hingga muncul berbagai hal yang pada hakikatnya menjadi penghalang ilmu. Bukan sarana untuk mencapainya. Jadi, jauhilah perdebatan! Jauhilah saling berbantahan! Kamu jelaskan dan bacalah ilmu, tapi jangan sibuk dengan perdebatan dan bantah-bantahan. Karena itu adalah penyakit dalam ilmu dan salah satu penghalang besar dalam meraihnya.

====

الْحَقِيقَةُ مِنَ الْأُمُورِ الَّتِي جَدَّتْ فِي وَقْتِنَا هَذَا وَسَائِلُ التَّوَاصُلِ وَمِنْ أَشْكَلِ وَسَائِلِ التَّوَاصُلِ أَنَّهَا مَوْجُودَةٌ فِي جَيْبِكَ يَعْنِي هِيَ مَعَكَ لَيْسَ تَحْتَاجُ أَنْ تَذْهَبَ بِغُرْفَةٍ بِعَيْنِهَا وَتُشَغِّلَ جِهَازًا بِعَيْنِهِ كَمَا كَانَ قَدِيمًا يُسْتَخْدَمُ النِّتُ

الْآنَ هِيَ مَعَكَ فِي جَيْبِكَ وَأَنْتَ جَالِسٌ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ تَنْظُرُ مَا الَّذِي كُتِبَ؟ وَمَا الَّذِي قِيلَ؟ وَمَا الَّذِي يَدُورُ فِي الأَسْرَارِ فِي أَقْصَى الْبُلْدَانِ؟

وَلِذَلِكَ قَدْ يُقَالُ إِنَّهُ مُتَعَلِّقٌ بِالْأَخْبَارِ الَّتِي جَاءَتْ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَنَّ آخِرَ الزَّمَانِ يَتَقَارَبُ كَمَا فِي الْبُخَارِيِّ قِيلَ وَالتَّقَارُبُ بِثَلَاثَةِ أُمُورٍ إِمَّا تَقَارُبُ الزَّمَانِ بِمَعْنَى أَنَّهُ يَكُونُ الْوَقْتُ سَرِيعًا كَمَا فُسِّرَ عِنْدَ الْإِمَامِ أَحْمَدَ عَنْ عَوْفٍ الأَشْجَعِيِّ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ وَإِمَّا أَنْ يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ بِحَيْثُ إِنَّهُ مَا كَانَ الْخَبَرُ يَنْتَقِلُ فِي زَمَنٍ طَوِيلٍ أَصْبَحَ يَنْتَقِلُ فِي زَمَنٍ قَصِيرٍ أَوْ أَنَّهُ يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ فِي الْمَسَافَاتِ فَمَا كَانَ يُنْتَقَلُ إِلَيْهِ بَيْنَ الْبُلْدَانِ فِي مَسَافَةٍ طَوِيلَةٍ أَصْبَحَ يَتَقَارَبُ فِيهِ الزَّمَانُ فَيُنْتَقَلُ إِلَيْهِ فِي مَسَافَةٍ قَصِيرَةٍ وَهِيَ وَسَائِلُ الْمُوَاصَلَاتِ وَكُلُّ هَذِهِ مَوْجُودَةٌ وَالْعِلْمُ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

الْمَقْصُودُ مِنْ هَذَا أَنَّ هَذِهِ الْوَسَائِلَ لَا شَكَّ أَنَّ فِيهَا نَفْعًا وَنَحْنُ نَعْلَمُ أَنَّ مُعْتَقَدَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَخْلُقُ شَرًّا مَحْضًا مَا فِيهِ شَيْءٌ شَرٌّ مَحْضٌ لَيْسَ إِلَيْكَ مِنْ تَلْبِيَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ فَلَا يَخْلُقُ اللَّهُ جَلَّ وَعَلَا شَرًّا مَحْضًا حَتَّى إِبْلِيسَ حِينَمَا خَلَقَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَأَوْجَدَهُ فِيهِ فَائِدَةٌ لِيَمِيْزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ

النَّاسُ دَرَجَاتٌ فِي الْجَنَّةِ بَعْضُهُمْ أَعْلَى مِنْ بَعْضِ وَالسَّبَبُ أَنَّ ذَاكَ قَدِ اتَّبَعَ بَعْضَ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَالْآخَرُ قَدْ عَصَاهُ وَذَاكَ فِي الْجَنَّةِ وَالْآخَرُ فِي النَّارِ وَذَاكَ فِي أَعْلَى دَرَجَاتِ الْجَنَّةِ وَالْآخَرُ دُونَهُ فِي الدَّرَجَاتِ إِذًا فَاللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَخْلُقُ شَرًّا مَحْضًا فَفِي كُلِّ شَيْءٍ خَيْرٌ

وَلَكِنْ حَقِيقَةً طَالِبُ الْعِلْمِ وَقْتُهُ عَزِيزٌ لَا تَتَصَوَّرْ كَيْفَ الْوَقْتُ عَزِيزٌ جِدًّا وَقْتُهُ عَزِيزٌ وَخَاصَّةً فِي سِنِّيَّةٍ مُعَيَّنَةٍ فِي عُمْرِهِ لَا أَقُولُ فِي طُفُولَتِهِ فِي الطُّفُولَةِ لَهَا وَضْعُهَا وَإِنَّمَا فِي فَتْرَةِ يَعْنِي الْعِلْمِ وَحُضُورِهِ خَاصَّةً فِي الْعِشْرِينَ وَالثَّلَاثِينَ لِأَنَّ الْمَرْءَ إِذَا وَصَلَ الْأَرْبَعِيْنَ انْتَقَلَ لِمَرْحَلَةٍ أُخْرَى فِي سِنِّهِ تَغَيَّرَ تَفْكِيرُهُ تَغَيَّرَ نَظَرُهُ لِلْأُمُورِ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ يَتَغَيَّرُ الْمَرْءُ بَعْدَ الْأَرْبَعِينَ

لَكِنْ أَنَا أَتَكَلَّمُ عَنْ مَرْحَلَةِ الْعِشْرِينَ وَالثَّلَاثِينَ وَهِيَ يَعْنِي لُبُّ عُمْرِ الْإِنْسَانِ وَوَقْتُ إِنْتَاجِهِ وَتَحْصِيْلِهِ لِلْعِلْمِ وَكِتَابَتِهِ وَفَهْمِهِ وَقُدْرَتِهِ الْبَدَنِيَّةِ وَالْعَقْلِيَّةِ وَهَكَذَا مِثْلُ هَذِهِ الْأَوْقَاتِ الْحِرْصُ مِثْلُ هَذِهِ الْأَزْمَاتِ أَوِ الْأَوْقَاتِ مِنَ الْعُمْرِ الْحِرْصُ فِيهَا عَلَى الزَّمَنِ مُهِمٌّ جِدًّا وَكَانَ أَهْلُ الْعِلْمِ يُعْنَونَ بِأَوْقَاتِهِمْ لَوْ نَسْمَعُ بَعْضَ أَخْبَارِهِمْ فِي ذَلِكَ نَرَى عَجَبًا

كَانَ يَذْكُرُونَ أَنَّ النَّوَوِيَّ عَلَيْهِ رَحْمَةُ اللَّهِ كَانَ إِذَا حَضَرَ لَا يَأْكُلُ إِلَّا كَعْكَةً لِأَنَّ الْكَعْكَ لَا يَحْتَاجُ إِلَى هَضْمٍ مَا يَحْتَاجُ إِلَى هَضْمٍ فَيَأْكُلُهُ الْتِهَامًا فِيهِ أَوْفَرُ لِوَقْتهِ يُوَفِّرُ رُبُعَ سَاعَةٍ أَوْ عَشْرَ دَقَائِقَ قِيمَةُ وَجْبَةٍ وَغَيْرُهُ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ ابْنُ الْجَوْزِيِّ كَانَ إِذَا حَضَرَ عِنْدَهُ أَحَدُ ضَيْفٍ وَجَاءَهُ يَسْتَغِلُّ حُضُورَ هَذَا الضَّيْفِ فِيمَا لَا يَحْتَاجُ إِلَى تَفْكِيرٍ فِي قَطْعِ الْوَرَقِ وَفِي بَرْيِ الْأَقْلَامِ هُوَ وَرُبَّمَا إِذَا كَانَ ضَيْفُهُ يَمُنُّ عَلَيْهِ قَالَ اِبْرِ مَعِيْ فَيَبْرِي مَعَهُ الْأَقْلَامَ طَبْعًا بَرْيُ الْأَقْلَامِ لَيْسَ بِالبَرَّايَةِ وَإِنَّمَا بِالسِّكِّينِ مَثَلًا فَيَكُونُ عِنْدَهُ عِشْرِينَ قَلَمًا أَوْ ثَلَاثِينَ وَقَصِّ الْأَوْرَاقِ وَتَهْذِيبِهَا وَتَجْلِيدِ الْكُتُبِ

إِذًا فَقَضِيَّةُ الِاسْتِفَادَةِ مِنَ الْوَقْتِ مُهِمَّةٌ جِدًّا وَأَنْتَ تَعْرِفُ الْمَرْءَ مِنْ حَدَاثَةِ سِنِّهِ فِي قَضِيَّةِ الِاسْتِفَادَةِ مِنَ الْوَقْتِ فِيهِ فَرْقٌ بَيْنَ الِانْغِلَاقِ الْكُلِّيِّ عَنِ النَّاسِ وَبَيْنَ الِاسْتِفَادَةِ مِنَ الْوَقْتِ بَعْضُ النَّاسِ يَنْغَلِقُ وَيَجْلِسُ فِي بَيْتِهِ وَيَفْتَحُ هَذِهِ الْأَجْهِزَةَ فِي التَّوَاصُلِ وَالنِّتِ وَغَيْرِهَا فَيَضِيعُ وَقْتُهُ هَذَا شَيْءٌ آخَرُ

وَلِذَلِكَ طَالِبُ الْعِلْمِ حَقِيقَةً يَعْنِي بِاسْتِقْرَاءِ لِكَثِيرٍ مِنْ طَلَبَةِ الْعِلْمِ الَّذِي يَنْفَعُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِجُهْدِهِ وَبِوَقْتِهِ هُوَ الَّذِي يَتَخَفَّفُ عَنْ أَشْغَالِ الدُّنْيَا يَتَخَفَّفُ قَدْرَ اسْتِطَاعَتِهِ لِذَا كَانَ الشَّافِعِيُّ يَقُولُ لَا تَأْخُذُ ثَانِيَةً زَوْجَةً ثَانِيَةً مَعَ أَنَّهَا مِنَ الْمُبَاحَاتِ الْمَشْرُوعَةِ وَفِيهَا أَجْرٌ فِي أَحْيَانٍ كَثِيرَةٍ مَعَ ذَلِكَ فَمَا ظَنُّكَ بِالْإِنْشَغَالِ بِمِثْلِ هَذِهِ الْأُمُورِ

وَالْحَقِيقَةُ أَنَّ وَسَائِلَ التَّوَاصُلِ لِطَالِبِ الْعِلْمِ بِالْخُصُوصِ مَشْغَلَةٌ فَمِنْ شَيْءٍ فِيهِ خَبَرٌ وَمِنْ شَيْءٍ فِيهِ إِشَاعَةٌ وَمِنْ شَيْءٍ ثَالِثٍ أَوْ أَمْرٍ ثَالِثٍ فِيهِ تَعْلِيقٌ عَلَى خَبَرٍ وَتَحْلِيلٌ بَيْنَ صَادِقٍ وَكَاذِبٍ وَمِنْ أَمْرٍ يَتَعَلَّقُ بِنُكْتَةٍ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الْأُمُورِ الَّتِي لَا فَائِدَةَ مِنْهَا وَثِقْ أَنَّ مَا تَجِدُهُ مِنْ عِلْمٍ أَوْ تَظُنُّ أَنَّكَ سَتَجِدُهُ مِنْ عِلْمٍ هُنَا سَتَجِدُهُ فِي غَيْرِهِ وَتَسْتَطِيْعُ الِاسْتِغْنَاءَ عَنْهُ فَمِثْلُ هَذِهِ الْأُمُورِ يُمْكِنُ الِاسْتِغْنَاءُ عَنْهَا وَتَرْكُهَا

بَلْ إِنِّي أَقُولُ لَكَ شَيْءٌ هُنَاكَ بَعْضُ النَّاسِ يَعْتَمِدُ فِي الْبَحْثِ لِكَيْ أَقُولُ لَكَ الِاسْتِغْنَاءُ الْآنَ يَقُولُ لَكَ الْمَوْسُوعاتِ الشَّامِلَةِ وَغَيْرِهَا وَحَدِيثِ هَذَا النِّتِ بَعْضُ الْإِخْوَانِ يَقُولُ أَنَا ضِدُّهَا لَا أَرْجِعُ لَهَا مُطْلَقًا لِأَنَّ الِاعْتِمَادَ عَلَيْهَا جَعَلَ طَالِبَ الْعِلْمِ لَا يَرْجِعُ لِلْكُتُبِ فَكَانَ النَّاسُ يَقُولُونَ لَهُ إِنَّكَ سَوْفَ تُضَيِّعُ وَقْتَكَ وَهَذِهِ تَخْتَصِرُ عَلَيْكَ وَتُفِيْدُكَ تَبَيَّنَ بَعْدَ ذَلِكَ أَنَّ طَرِيقَتَهُ أَصَحُّ وَأَنَّهُ هُوَ الَّذِي يَسْتَفِيدُ أَكْثَرَ مِنْ غَيْرِهِ لِأَنَّ الْمَرْءَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَبْحَثَ مَسْأَلَةً أَوْ يَبْحَثَ عَنْ حَدِيثٍ سَيَقْرَأُ فِي طَرِيقِهِ مِئَةَ حَدِيثٍ قَبْلَ أَنْ يَصِلَ الْحَدِيثَ الَّذِي يُرِيدُهُ ثُمَّ بَعْدَ ذَلِكَ يَسْتَفِيدُ فَوَائِدَ رُبَّمَا أَضْعَافَ مَا أَرَادَ وَيَجِدُ فَوَائِدَ لَا يُرِيدُهَا أَوْ غَائِبَةً عَنْهُ هَذِهِ الْأَشْيَاءُ هِيَ مِنَ الْعِلْمِ

فَأَحْيَانًا طُولُ الْبَحْثِ فِي الْعِلْمِ يَزِيدُ الْعِلْمَ وَأَمَّا الِاخْتِصَارُ فِي الْبَحْثِ وَالْوُصُولُ لِلْمَعْلُومَةِ بِسُرْعَةٍ قَدْ يَكُونُ سَبَبًا فِي إِضْعَافِ الْعِلْمِ وَقُلْتُ لَكُمْ قَبْلَ قَلِيلٍ أَنَّ الْفَارِقَ قَالَ إِنَّ الْفُقَهَاءَ يَتَعَمَّدُونَ تَصْعِيْبَ الْعِلْمِ لِكَيْ الْمَرْءَ يَسْتَفِيدُ أَكْثَرَ وَتَقْوَى مَلَكَتُهُ

وَلِذَلِكَ أَنَا نَاصِحٌ لِي وَلَكُمْ أَنَّ الْمَرْءَ يُحَاوِلُ أَنْ يَتَخَفَّفَ مِنْ هَذِهِ الْوَسَائِلِ يُحَاوِلُ أَنْ يُلْغِيَهَا وَأَنْ لَا يَعْنِي يَنْشَغِلَ بِهَا كَثِيرًا إِلَّا فِي شَيْءٍ يَعْنِي ضَرُورِيٍّ فَيَكُونُ إِنِ اسْتَطَاعَ يَعْنِي أَنْ يَتَحَكَّمَ فِي نَفْسِهِ فَالْحَمْدُ لِلَّهِ إِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ يَحْذِفْهَا وَلَوْ فَتْرَةً يَرْتَاحُ بَعْضُ النَّاسِ لَوْ حُذِفَ عَنْهُ لَمْ يَأْتِ بِهَاتِفِهِ مَعَهُ رُبَّمَا أَحَسَّ أَنَّ الدُّنْيَا قَدْ يَعْنِي انْهَدَمَتْ وَتَأَثَّرَ تَأَثُّرًا كَثِيرًا جِدًّا كَثِيرٌ الْآنَ وُجِدَ عِنْدَنَا عِنْدَمَا يَفْقِدُ الْهَاتِفَ يَوْمٌ كَامِلٌ أَوْ يَومَيْنِ لَيْسَ مَعَهُ كَأَنَّ الدُّنْيَا يَعْنِي تَغَيَّرَتْ وَلِذَلِكَ يَجِبُ أَنْ تُعَوِّدَ عَلَى نَفْسِكَ عَلَى تَرْكِهِ اُتْرُكْهُ أَيَّامًا لِيَكُنْ مَعَكَ آخَرُ لِلتَّوَاصُلِ مَعَ أَهْلِكَ وَهَذَا الَّذِي فِيهِ وَسَائِلُ التَّوَاصُلِ اُتْرُكْهُ أَيَّامًا كَثِيرَةً

فَأَنَا أَقُولُ حَقِيقَةً أَنَّ هَذِهِ أَشْغَلَتِ النَّاسَ وَأَضَاعَتْ أَوْقَاتَهُمْ إِضَافَةً إِلَى أَنَّ فِيهَا أَمْرٌ خَطِيرٌ جِدًّا وَهُوَ قَضِيَّةُ الْهَمِّ هَذَا الْهَمُّ لَيْسَ بِالسَّهْلِ سَمَاعُ أَخْبَارِ النَّاسِ تُكْسِبُ الْمَرْءَ هَمًّا وَهَذَا الْهَمُّ مِنْ أَعْظَمِ الْعَوَائِقِ نَسِيْنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ عَنْهُ وَهُوَ الْهَمُّ مَا يَقَعُ فِي النَّفْسِ مِنْ هَمٍّ مِنْ أَعْظَمِ الْعَوَائِقِ الَّتِي تَصْرِفُ عَنِ الْعِلْمِ الْهَمُّ

وَلِذَلِكَ ثَبَتَ عَنْ شُرَيْحٍ الْقَاضِي رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَّهُ إِذَا جَاءَتْ الْفِتَنُ لَا يَسْتَخْبِرُ وَلَا يُخْبِرُ لَا يَسْمَعُ أَخْبَارًا وَلَا يَتَكَلَّمُ فِيهَا وَتِلْمِيذُهُ إِبْرَاهِيمُ النَّخَعِيُّ كَانَ إِذَا جَاءَتْ الْفِتَنُ يَسْتَخْبِرُ وَلَا يُخْبِرُ لَا يَتَكَلَّمُ وَلَكِنَّهُ رُبَّمَا سَمِعَ الْإِخْبَارَ وَأَمَّا شُرَيْحٌ فَلَا يَسْتَخْبِرُ وَلَا يُخْبِرُ وَلِذَلِكَ حَدَثَ فِي وَقْتِهِ فِتَنٌ عَظِيمَةٌ وَمَنَّ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى شُرَيْحٍ وَهُوَ مُخَضْرَمٌ أَدْرَكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَكِنَّهُ لَمْ يَرَهُ بِالْعِصْمَةِ مِنْ كَثِيرٍ مِنَ الْفِتَنِ وَلِذَلِكَ عَدَمُ الِاسْتِخْبَارِ هَذَا أَحْيَانًا يُرِيحُ ذِهْنَكَ فَتَطْلُبُ الْعِلْمَ وَأَنْتَ فِي حَالِكَ وَأَنْتَ مُنْشَغَلٌ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ

وَمِثْلُ هَذِهِ الأَخْبَارِ أَحْيَانًا تَجْعَلُ الْوَاحِدَ لَا يَنَامُ خَاصَّةً بَعْضُ النَّاسِ مِثْلِيْ أَنَا أَحْيَانًا إِذَا سَمِعْتُ بَعْضَ الْأَخْبَارِ مَا أَنَامُ فِي اللَّيْلِ مِنْ كَدَرٍ فِي النَّفْسِ وَتَكَدُّرٍ وَمَا بِالْيَدِ حِيلَةٌ لَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَفْعَلَ شَيْئًا لَا أَسْتَطِيعُ فَلِذَلِكَ أَرِحْ نَفْسَكَ وَاسْتَنَّ بِمَا فَعَلَهُ شُرَيْحٌ وَإِبْرَاهِيمُ النَّخَعِيُّ فَإِنَّهُمَا إِمَامَانِ عَظِيمَانِ فَتَنْشَغِلَ أَوْ فَتُرِيحَ بَالَكَ وَتَنْصَرِفَ لِمَا تَسْتَطِيعُ أَنْ تَنْفَعَ بِهِ وَهُوَ الْعِلْمُ

إِذًا هَذَا الْأَمْرُ الثَّانِي قُلْنَا الأَوَّلُ أَمْرُ تَضْيِيعِ الْوَقْتِ الْأَمْرُ الثَّانِي أَنَّهُ مَشْغَلَةٌ لِلذِّهْنِ الْأَمْرُ الثَّالِثُ وَهَذَا مُهِمٌّ جِدًّا أَنَّ مِثْلَ هَذِهِ الْوَسَائِلِ قَدْ يَأْتِي فِيهَا يَتَكَلَّمُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيَتَكَلَّمُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَهَذِه خَطِيرَةٌ فَالْكَاذِبُ هَذَا فِي الْعِلْمِ وَفِي غَيْرِهِ يَجْعَلُ فِي قَلْبِكَ شَيْئًا يَنْشَغِلُ الذِّهْنُ بِهِ نَحْنُ نَعْلَمُ أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ شِهَابٍ الزُّهْرِىَّ يَقُولُ أَحْيَانًا أَضَعُ يَدِي عَلَى الْوَرَقَةِ لِكَيْ لَا أَحْفَظَهَا لِأَنَّهُ كَانَ قَوِيَّ الْحِفْظِ مَا أَبْغِي أَحْفَظُهَا وَكَانَ بَعْضُهُمْ يَقُولُ أَسُدُّ أُذُنِي لِكَي لَا أَسْمَعَ كَلَامَ النَّاسِ فِي السُّوقِ فَأَحْفَظَ كَلَامَهُمْ كَذَلِكَ الَّذِي يُقْرَأُ هَذِهِ الْقِرَاءَاتُ الَّتِي هِيَ مِنْهَا الْكَاذِبُ وَمِنْهَا الَّذِي يَأْتِي بِكَلَامٍ يَعْنِي فِيهِ أَهْوَاءُ فِي أُمُورِ الشَّرْعِ سَوَاءٌ فِي بَابِ الِاعْتِقَادِ أَوْ فِي بَابِ التَّكْفِيرِ أَوْ فِي بَابِ الْفِقْهِ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ مِنْ أَسْبَابٍ مُتَدَاخِلَةٍ قَدْ يَقَعُ فِي النَّفْسِ شَيْءٌ أَوْ تَنْشَغِلُ بِهِ النَّفْسُ فَحِينَئِذٍ يَكُونُ أَمْرًا خَطِيرًا

وَلِذَلِكَ أَيُّهَا الإِخْوَةُ فَهَذِهِ نُسِيتُهَا أَنَّ مِنْ أَعْظَمِ عَوَائِقِ طَلَبِ الْعِلْمِ الِانْشِغَالُ بِالْجَدَلِ وَلِلْأَسَفِ أَنَّ وَسَائِلَ التَّوَاصُلِ مِمَّا يُعِينُ عَلَى الْجَدَلِ الْجَدَلُ هَذَا مِنْ أَكْثَرِ مَا يُعِيقُ عَنِ الْعِلْمِ وَلِذَلِكَ عَقَّدَ الدَّارِمِيُّ فِي السُّنَنِ بَابًا كَامِلًا فِي النَّهْيِ عَنِ الْجَدَلِ فِي الْعِلْمِ وَمَا زَالَ أَهْلُ الْعِلْمِ يُحَذِّرُونَ مِنْهُ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسُنَ خُلُقُهُ وَقَالَ وَأَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي وَسَطِ (رَبَضِ) الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَلَوْ كَانَ مُحِقًّا فَتَرْكُ الْمِرَاءِ وَعَدَمُ الْمُجَادَلَةِ فِي الدِّيْنِ مِنْ أَعْظَمِ الْأُمُورِ وَمَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ وَيُجَادِلَ بِهِ الْعُلَمَاءَ فَهُوَ حَسْبُهُ لَا يَسْتَفِيدُ مِنْهُ شَيْئًا وَمِثْلُ هَذِهِ الْوَسَائِلِ تَجِدُ فِيهَا مِنَ الْمُمَارَاةِ وَالْمُجَادَلَةِ وَحَتَّى هَذَا الْوَاتْسَابِ وَغَيْرِهَا تَجِدُ فِيهَا يَقُولُ نَجْعَلُهُ عِلْمًا فَيَتَكَلَّمُ أَحَدُهُمْ بِمَسْأَلَةٍ وَيَتَكَلَّمُ الثَّانِي لِيَنْتَصِرَ لِنَفْسِهِ وَهَكَذَا تَجِدُ أَشْيَاءَ هِيَ فِي الْحَقِيقَةِ مِنْ عَوَائِقِ الْعِلْمِ وَلَيْسَتْ مِنْ وَسَائِلِ تَحْصِيلِهِ إِذًا إِيَّاكَ وَالْمُجَادَلَةَ إِيَّاكَ وَالْمُنَاظَرَةَ أَنْتَ تُبَيِّنُ الْعِلْمَ وَتَقْرَأُ الْعِلْمَ لَكِنْ لَا تَنْشَغِلُ بِالْمُنَاظَرَةِ وَالْمُجَادَلَةِ فَإِنَّهَا آفَةٌ مِنْ آفَاتِ الْعِلْمِ وَعَائِقٌ مِنْ عَوَائِقِ تَحْصِيلِهِ


Artikel asli: https://nasehat.net/musuh-no-1-sebab-gagalnya-penuntut-ilmu-zaman-now-syaikh-abdussalam-asy-syuwaiar-nasehatulama/